Selasa, 09 Juli 2013

SUARA ISIAN MB

Suara isian “wajib” dan “haram” untuk memaster burung murai batu

Berikut ini saya sampaikan lagi tips pemasteran untuk burung murai batu yang ditujukan untuk lomba. Pada lain kesempatan saya akan menuliskan tips untuk burung-burung jenis lainnya.
Saya tegaskan untuk lomba, sebab kalau saya sendiri kurang cocok dengan pemasteran model ini. Alasannya sederhana, saya memelihara burung bukan untuk saya persembahkan kepada juri, tetapi saya persembahkan kepada diri sendiri.

Tips secara umum:
1. Selama masa pemasteran, perkenalkan burung murai batu DENGAN SEGALA MACAM suara masteran. Baik suara burung, suara binatang lain, suara mobil, suara motor, suara klotekan alat-alat rumah tangga dan sebagainya. Ya inilah mengapa saya menyediakan banyak sekali suara isian di blog ini.
2. Pada saat yang berbeda pada hari pemasteran itu, ambil waktu terpanjang untuk memasterkan “HANYA SATU SUARA KHUSUS” yang biasanya bisa dibawakan panjang-panjang oleh burung murai batu (lihat juga karakter suara burung dan pola pemasteran pada artikel-artikel pemasteran sebelumnya).
SUARA KHUSUS yang akan dijadikan suara dominan pada murai batu yang akan kita master, saya pilih berdasar kondisi lomba dan penilaian saat ini, yang perlu disesuaikan dengan jenis burung isian atau jenis suara masteran dan bagaimana mereka biasanya dibawakan murai batu di arena lomba:
Suara wajib untuk isian burung murai batu (PILIH SALAH SATU SAJA UNTUK JADI SUARA DOMINAN) dengan asumsi “suara panjangnya” bukan suara angkatan dari burung:
1. Lovebird.
2. Cililin.
3. Kenari.
4. Pelatuk.
5. Cucak jenggot
Suara “abu-abu”, kandang berdampak bagus, kadang bedampak negatif:
1. Suara burung serindit, bagus untuk menajamkan suara, tetapi ketika burung murai membawakan suara burung serindit, tidak mudah terpantau karena biasanya paruh tidak membuka dan tidak bergaya/ ngeplay.
2. Suara burung gereja, bagus jika yang direkam dan disuarakan murai batu adalah suara ngerol nrecetnya. Jelek kalau yang terbawakan hanya suara crek-crek awalnya.
3. Suara burung tengkek, kalau hanya dibawakan pendek, suara burung murai terdengat jelek di areba lomba. Kalau bisa membawakan ngerolnya kekekekek tengkek panjang, ya bagus.
4. Suara burung elang, bagus kalau bisa panjang berulang. Bisa membuat grogi burung lawan. Jeleknya, suara dinilai “tidak indah” di telingan juri.
5. Suara burung parkit, bagus jika trecetannya yang terekam. Jelek kalau suara patah-patah yang terekam dan disuarakan murai batu.
6. Dan beberapa suara burung atau hewan lain yang kadang ada trecetan panjang tetapi kadang pendek-pendek.
Suara “HARAM” untuk isian burung murai batu:
1. Suara burung prenjak (padahal kalau murai batu menyuarakan suara prenjak saya paling suka. Sayangnya, tidak akan menonjol atau disukai di arena lomba).
2. Suara patah-patah jalak suren (tajam sih tajam tetapi tidak menonjol karena jarang disuarakan secara panjang-panjang apalagi ngerol).
3. Suara patah-patah jalak kebo (wah janganlah).
4. Suara burung cucakrowo (ini apalagi, meski kadang suara cucakrowo tidak akan keluar ketika murai batu dilombakan).
5. Suara patah-patah/angkatan ciblek.
6. Suara patah-patah asli anis kembang.
7. Suara patah-patah aseli anis merah.
8. Suara burung kutilang.
9. Suara aseli burung cucak hijau.
10. Suara burung trucukan.
11. Suara ayam.
12. Suara siulan manusia.
13. Suara aseli burung kacer.
14. Suara blackthroat (jarang murai batu bisa sukses ngerol menirukan blackthroat).
15. Suara helda sanger.
16. Suara burung betet.
17. Suara aseli burung beo.
18. Suara perkutut.
19. Suara derkuku.
20. Suara kucing.
21. Suara anjing.
22. Dan semua suara yang sifatnya monoton pendek-pendek apalagi dengan frekuensi rendah (contoh mudah suara burung perkutut).
Nah, PERTANYAANNYA ADALAH mengapa kalau saya menyarankan burung perlu punya suara dominan kok harus dimaster dengan aneka suara burung sebanyak-banyaknya? Apakah malah tidak membuat burung jadi “bodoh” untuk memiliki satu suara dominan?
Jawabannya kembali kepada persoalan lomba burung. Ya di arena lomba, banyak sekali burung yang hanya terlihat bengong padahal tidak mbalon atau tidak terlihat takut. Inilah. Burung pun suka belajar untuk menirukan suara-suara asing yang dia dengar.
Kalau burung Anda “kurang piknik” dengan tidak banyak diperkenalkan dengan lagu dan jenis suara yang banyak dan variatif, dia akan menjadi “pendengar yang baik” di arena lomba. Artinya burung Anda hanya akan mencoba mendengar dan merekam suara-suara asing yang baru didengarnya, alias membungkam  saja.
Lain masalahnya kalau burung Anda adalah burung istimewa, yakni bisa menirukan seketika suara-suara yang baru didengarnya, maka dia akan  membuntuti lawan dengan suara yang justru dia tirukan dari lawan. Istilah jawanya adalah “numpangi”. Burung yang bisa “numpangi” suara lawan adalah burung istimewa dan biasanya suara tumpangannya justru lebih panjang dan bertenaga ketimbang burung lawan yang saat itu sedang menjadi “gurunya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar